Trik Memulai Karir Sebagai Freelancer
Kehidupan
pekerja kantoran dengan penghasilan rutin setiap bulan tak selalu jadi pilihan
semua orang.
Ada kalanya
prioritas dan waktu terbatas membuat orang lebih senang bekerja sebagai pekerja
lepas atau freelancer, misalnya ibu rumah tangga yang perlu mendampingi
anak-anak balitanya, atau seseorang yang ingin berkeliling Indonesia sambil
menulis sebuah buku.
Segalanya
tidak akan nampak mudah saat pertama kali memutuskan untuk berhenti kerja dan
menjadi freelancer. LiveOlive berbincang dengan Ani Berta, seorang blogger
dan penulis lepas, yang mengambil langkah berani tersebut sekitar tiga tahun
yang lalu.
Berikut ini
tips yang bisa bermanfaat untuk Anda yang memiliki keinginan serupa:
1. Tempa kemampuan yang sudah ada
Hobi yang kemudian menjadi passion mendasari
keputusan Ani untuk menjadi seorang freelancer. Sebelum ia memantapkan
diri untuk bersaing di pasar, Ani mengikuti berbagai macam workshop dan
pelatihan untuk meningkatkan kemampuannya dalam menulis.
“Selain itu, belajar juga bisa dilakukan dengan
langsung bertemu dengan banyak orang. Dengan begini, saya bisa sekaligus
membangun jaringan,” jelasnya.
Di masa-masa awal, jangan ragu untuk menawarkan jasa
atau produk Anda dengan “harga perkenalan”, sehingga orang bisa mulai mengenal
karya Anda dan memahami kualitasnya.
2. Perluas pergaulan
“Saya selalu berusaha ringan tangan membantu rekan
yang membutuhkan pertolongan untuk mengelola suatu acara atau mengisi konten non
komersil. Selain itu, saya juga berteman baik dengan brand ataupun agency
yang mengundang saya, tanpa berharap mendapatkan balasan,” kenang Ani.
Jaringan yang luas secara langsung akan menentukan
kelangsungan proyek yang Anda dapatkan. Saat membangun jaringan ini, landaskan
pada pertemanan yang tulus, bukan semata-mata karena niat mencari bisnis. Sikap
pura-pura hanya bisa membawa Anda ke posisi tertentu, namun akan membuat Anda
tidak nyaman, hingga akhirnya menurunkan kualitas kerja Anda.
Sebagai permulaan, cobalah bergabung dengan beberapa
komunitas yang sesuai dengan jasa dan kemampuan yang Anda tawarkan, baik secara
offline maupun online.
3. Siapkan rencana kerja dan proyek pertama
Menjadi
seorang freelancer bukan berarti tidak ada jadwal tetap seperti saat
bekerja di kantor. Perubahan menjadi seorang freelancer justru harus
diiringi dengan penyusunan rencana kerja yang teratur dan lebih disiplin,
karena tidak ada yang akan mengatur waktu kita sehari-hari.
Tentukan jam
kerja Anda, misalnya dari pk 09:00-16:00, dan bagi waktu per jam berdasarkan output
yang Anda inginkan di akhir hari tersebut. Siapkan juga rencana B seandainya
ada kejadian-kejadian yang tidak terduga, misalnya anak sakit.
“Saya
sendiri yang menetapkan jadwal kerja seperti orang kantoran. Tidak ada yang
namanya bersantai karena tidak ada yang mengawasi,” kata Ani, sambil
menambahkan bahwa enam bulan sebelum berhenti kerja, ia sudah punya rencana
matang tentang proyek yang akan dikerjakannya – sebuah portal khusus perempuan
yang dikelola bersama empat orang temannya.
4. Sesuaikan anggaran dan dana darurat
Berbeda
dengan pegawai kantoran yang bisa mengatur pengeluaran berdasarkan penghasilan
tetap, seorang freelancer harus bisa mengelola pemasukan yang fluktuatif
sehingga dapat memenuhi kebutuhan bulanan.
Ini artinya,
dana darurat yang disiapkan harus lebih banyak jumlahnya dibandingkan saat
seseorang masih menjadi karyawan tetap, yakni sebesar 8-12 bulan biaya hidup.
Keberadaan dana darurat akan menghindarkan Anda dari utang saat ada kejadian
yang tidak diinginkan, serta bisa sementara menggantikan gaji yang hilang dari
pekerjaan tetap sementara menunggu pemasukan dari pekerjaan sambilan.
“Sejak
menjadi freelancer, saya pisahkan uang yang masuk dari pekerjaan dan
yang saya pergunakan untuk keperluan pribadi. Uang yang masuk dari pekerjaan
tidak langsung saya pergunakan, tetapi saya terapkan sistem “gaji” untuk diri
sendiri,” kata Ani.
Meski
suaminya masih memperoleh gaji tetap dari perusahaannya, Ani membiasakan diri
untuk membayar pengeluaran rutin secara sekaligus di muka, misalnya uang
asuransi, biaya les anak dan sejenisnya yang bisa dibayar 6 bulan atau 12 bulan
di muka.
“Selain itu,
saya sisihkan 20% dari setiap penghasilan yang saya dapatkan untuk dana
cadangan,” katanya.
Setelah
membaca pengalaman Ani di atas, apakah Anda merasa siap menjadi freelancer?
Sumber: LiveOlive
Tags:
Freelancer
0 komentar